Total Pageviews

Friday, 23 September 2016

Pembiayaan Pendidikan



Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan tidak terlepas dari upaya untuk mendanai berbagai komponen kebutuhan penyelenggaraan pendidikan itu sendiri. Biaya pendidikan merupakan salah satu komponen masukan yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Dalam setiap upaya pencapaian tujuan pendidikan, biaya pendidikan memiliki peranan yang sangat menentukan. Hampir tidak ada upaya pendidikan yang dapat mengabaikan peranan biaya, sehingga dapat dikatakan bahwa tanpa biaya, proses pendidikan (di sekolah) tidak akan berjalan. Supriadi (2006:3) menyatakan bahwa biaya (cost) memiliki pengertian yang luas, yakni semua jenis pengeluaran yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan, baik dalam bentuk uang maupun barang dan tenaga (yang dapat dihargakan dengan uang). Bagaimana biaya-biaya itu direncanakan, diperoleh,  dialokasikan dan dikelola merupakan persoalan pembiayaan pendidikan (educational finance).
Sistem pembiayaan pendidikan merupakan proses dimana pendapatan dan sumber daya tersedia digunakan untuk memformulasikan dan mengoperasionalkan sekolah. Sistem pembiayaan pendidikan sangat bervariasi tergantung dari kondisi masing-masing negara seperti kondisi geografis, tingkat pendidikan, kondisi politik pendidikan, hukum pendidikan, ekonomi pendidikan, program pembiayaan pemerintah dan administrasi sekolah.
Melaksanakan pembangunan pendidikan yang mampu memenuhi kebutuhan belajar peserta didik memerlukan dukungan sumber daya. Salah satu sumber  daya yang sangat menunjang tercapainya program-program pendidikan tersebut adalah adanya dukungan dana yang memadai. Sumber dana sebagai potensi dalam suatu organisasi penyelenggara pendidikan merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kajian administrasi pendidikan. Keberadaan dana yang dialokasikan untuk membiayai pendidikan,  perlu dikelola dengan baik agar dapat mencapai target atau sasaran yang telah ditetapkan.
Pembiayaan pendidikan, merupakan aktivitas yang berkenaan dengan perolehan dana (pendapatan) yang diterima dan bagaimana penggunaan dana tersebut dipergunakan untuk membiayai seluruh program-program pendidikan yang telah ditetapkan. Pendapatan atau sumber dana pendidikan yang diterima sekolah diperoleh dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah  (APBD), dan Masyarakat atau orang tua.
Sedangkan untuk penggunaan dana tersebut, setiap sekolah seharusnya menetapkan rencana-rencana yang menjadi prioritas pembiayaan pendidikan secara komprehensif. Perencanaan yang komprehensif dari sebuah program pembiayaan sekolah melibatkan pembuatan keputusan yang kritis dalam wilayah‑wilayah utama, yaitu: (1) program pendidikan yang harus dibiayai; (2)sistem pajak yang digunakan untuk pembiayaan program tersebut; dan (3) sistem alokasi dana negara untuk wilayah atau daerah persekolahan.
Selain itu,  perencanaan proggram pendidikan juga melibatkan keputusan kebijakan fundamental yang berkaitan dengan hal-hal: (1) Siapa yang seharusnya dididik ?  (2) Sasaran populasi apa yang seharusnya dilayani ? (3) Tujuan‑tujuan pendidikan apa yang seharusnya dibuat untuk setiap sasaran populasi ini? dan (4) Jenis program pendidikan apa yang dibutuhkan untuk  sasaran populasi yang berbeda ini?
Keputusan sehubungan dengan pembiayaan sekolah dibuat baik pada pemerintah pusat, provinsi maupun daerah. Pada kenyataannya, seringkali keputusan pada ketiga level itu tidak terintegrasikan dengan baik. Agar  perencanaan pembiayaan pendidikan terintegrasi, maka diperlukan perencanaan secara kooperatif melalui koordinasi. Pemerintah pusat tidak seharusnya membuat keputusan pada program pembiayaan sekolah tanpa berkonsultasi dengan pemerintah daerah, dan pemerintah daerah (provinsi) tidak seharusnya membuat keputusan pada program pembiayaan sekolah tanpa berkonsultasi dengan pemerintah daerah (kabupaten/kota).
Oleh karena itu, masyarakat  yang terlibat pada sekolah, seperti para adminitrator, para guru, dan personel pendukung lainnya harus dibawa dan dilibatkan dalam proses perencanaan jika perencanaan yang efisien ingin dicapai. Anggota dewan pembuat undang‑undang dan dewan pendidikan lokal akan membuat keputusan yang lebih baik pada program pembiayaan sekolah jika membolehkan setiap orang beirpartisipasi dalam proses perencanaan program tersebut. Dalam hal ini kontribusi dari semua pihak yang terlibat dalam pendidikan diharapkan akan membuat sebuah perencanaan yang lebih efektif dan efisien.
Pentingnya penelitian dan informasi yang cukup untuk perencanaan pembiayaan sekolah juga tidak dapat dihindari. Tidak ada kelompok yang  dapat membuat keputusan dengan baik dalam hal perencanaan pembiayaan sekolah jika tidak dapat mengantisipasi konsekuensi‑konsekuensi dari keputusan‑keputusan tersebut. Oleh karena itu para pembuat keputusan  pada kebijakan pembiayaan sekolah seharusnya menggunakan jasa para peneliti yang berkompeten pada pembiayaan sekolah yang dapat membantu mereka dalam mengevaluasi konsekwensi‑konsekwensi dari kebijakan‑kebijakan alternatif.
Pembiayaan merupakan hal penting dalam keberhasilan penyelenggaraan pendidikan dan pemerintah memiliki peranan besar didalamnya. Peran pemerintah antara lain mencakup  perlindungan pemerintah terhadap anak di bawah umur, pemerataan kesempatan mendapatkan pendidikan bagi semua warga negara, peningkatan mutu dan relevansi pendidikan, tuntutan norma umumdan pengaruh pendidikan.
Dalam pelaksanaannya, pembiayaan pendidikan memiliki beberapa model,  berdasarkan dimensi pokoknya yang dianutnya.  Dimensi tersebut adalah dimensi alokasi biaya dan dimensi penghasilan (revenue). Dimensi alokasi biaya sangat  terkait dengan target populasi yang disesuaikan dengan program, pelayanan dan kelengkapan fasilitas untuk mencapai target populasi. Perhitungan unit cost untuk masing masing program yang akan dibiayai ditentukan oleh kemampuan lokal atau usaha yang disepakati  negara. Sementara dimensi penghasilan (revenue), merupakan prosentase dari penghasilan yang ditetapkan dari berbagai sumber baik pemerintah pusat maupun daerah.
Dimensi alokasi secara garis besar dikelompokkan dalam dua model yaitu model flat grant dan model equalizations. Flat grant models adalah sistem pendistribusian dana atas dasar pemerataan yang yang berkenaan dengan jumlah per murid, per guru, atau kebutuhan lainnya yang sama; diberikan tanpa mempertimbangkan variasi biaya yang dibutuhkan dalam pelayanan maupun program. Sedangkan model equalizations bertitik tolak pada kemampuan membayar (ability to pay) masyarakat. Masyarakat miskin tentunya memerlukan bantuan yang lebih besar dibandingkan dengan masyarakat yang pendapatannya lebih besar. Dengan demikian sekolah miskin akan memperoleh kesempatan yang sejajar dengan sekolah lainnya yang lebih makmur.
Dimensi penghasilan adalah model pembiayaan dari pusat yang diklasifikasikan ke dalam beberapa  yaitu; model dari pemerintah pusat sepenuhnya, model gabungan antara negara bagian dan pemerintah lokal, dan model bantuan dari pemerintah lokal sepenuhnya. Model-model pembiayaan digunakan untuk menjawab pertanyaan bagaimana mengatur, mengelola, menggunakan, dan mengawasi biaya dalam penyelenggaraan persekolahan. Kondisi dan karakteristik suatu wilayah atau suatu Negara akan mengakibatkan berbedanya sistem pembiayaan yang dikembangkan di tempat tersebut. Berikut adalah rincian model-model tersebut.
a.   Biaya dari Pemerintah Daerah seluruhnya. Dalam model pembiayaan seperti ini, pembiayaan sepenuhnya dibebankan kepada pemerintah daerah; sedangkan pemerintah pusat hanya mengontrol mutu pendidikan.
b.   Model flat grant. Model ini menggambarkan bahwa pusat memberikan dana secara merata kepada seluruh daerah, dan kekurangannya ditutupi oleh pemerintah provinsi.
c.   Model penyamaan. Dana pendidikan diberikan didasarkan pada standar biaya tertentu dan diberikan sama besarnya untuk masing-masing daerah.
d.   Model pembiayaan insentif atau persentase. Dalam model ini pemerintah menentukan persentase biaya yang harus diberikan kepada pendidikan di masing-masing daerah. Pemerintah pusat bertindak sebagai penutup kekurangan biaya menurut standar masing-masing daerah.
e.   Model pembiayaan dari pusat seluruhnya. Model ini menggambarkan bahwa seluruh biaya pendidikan berasal dari pusat. Dalam pembiayaan  seperti ini  berarti seluruh anggaran pendidikan disediakan oleh pusat untuk setiap murid dan setiap sekolah tanpa membedakan daerah kaya dan daerah miskin.
Apabila melihat konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia, prinsip pembiayaan tersebut akan memiliki kesamaan seperti yang dikemukakan oleh Jones (1985). Daerah-daerah di Indonesia memiliki karakteristik yang sangat unik antara satu daerah dengan daerah lainnya, sehingga tidak mungkin menyamakan pembiayaan pendidikan untuk setiap daerah tersebut.
Widjadja (2002) mengungkapkan bahwa Dana Alokasi Umum (DAU)  dari pemerintah pusat untuk daerah dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah  untuk membiayai kebutuhan pengeluaran.  Beragamnya kondisi dan karakteristik daerah di suatu negara akan mengakibatkan berbedanya sistem pembiayaan yang dikembangkan. Keragaman ini ditujukan untuk memberikan keadilan dan pendidikan yang bermutu sesuai dengan konteks dan kemampuan daerah dan negara. Daerah-daerah di Indonesia memiliki karakteristik yang sangat unik antara satu daerah dengan daerah lainnya, sehingga tidak mungkin menyamakan pembiayaan pendidikan untuk setiap daerah tersebut.
Fungsi pembiayaan adalah untuk mendukung agar penyelenggaraan pendidikan dapat berjalan sesuai dengan landasan dan misi yang diemban bangsa. Tanpa landasan dan misi yang jelas, investasi terhadap pendidikan akan sulit dinilai efektivitasnya, dan akan sulit pula mempertanggungjawabkan kepada masyarakat yang ikut memberikan kontribusi terhadap pembiayaan pendidikan tersebut.
Sehubungan dengan hal tersebut, terdapat dua model utama pembiayaan pendidikan dengan pola pikir otonomi daerah yaitu Flat Grants; dan Equalization Grants.
Dalam Flat Grants, kemampuan daerah atau daya beli masyarakat tidak dijadikan faktor variasi. Faktor yang menentukan besarnya variasi adalah besarnya enrollment siswa, dan pembobotan yang dipadukan kedalam perhitungan unit cost per siswa/tahun.
Dalam Equalization Grants, daya beli masyarakat atau local efforts merupakan salah satu faktor variasi pembiayaan. Ini berarti daerah yang kemampuannya lemah akan memperoleh dana yang lebih banyak dibandingkan dengan daerah yang kemampuan daya belinya lebih tinggi. Artinya kontribusi daerah terhadap pendidikan harus lebih besar untuk mengimbangi jumlah dana yang dialokasikan oleh daerah yang memiliki equalizing power, seperti daerah Provinsi. Equalization power ini memungkinkan daerah yang lemah akan tetap memiliki jumlah dana yang memadai karena adanya bantuan untuk pemerataan dan keadilan dalam pendidikan.
Kedua model tersebut tampaknya sesuai dengan Undang-undang Otonomi Daerah dan Undang-undang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah dalam upaya untuk mengelola dana pendidikan seefisien dan secermat mungkin.

1 comment:

  1. Titsanium Tree by TITIAN ARTISLOTTE, LLC.
    In 2020 escape titanium this article, we will discuss the construction of guy tang titanium toner a Titsanium tree. in our titanium engine block photo from titanium dive watch our shop citizen titanium dive watch on the Yucatan Peninsula.

    ReplyDelete

Jangan lupa tulis komentar yaa..... Terimakasih.