Pembelajaran adalah suatu sistem, dalam arti suatu keseluruhan dari
komponen-komponen yang berinteraksi dan berinterelasi antara satu sama lain dan
dengan keseluruhan itu sendiri untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan sebelumnya. Komponen-komponen pembelajaran tersebut meliputi tujuh
aspek yaitu: (1) tujuan pendidikan dan pengajaran, (2) peserta didik atau
siswa, (3) tenaga kependidikan khususnya guru, (4) perencanaan pengajaran
sebagai suatu segmen kurikulum, (5) strategi pembelajaran, (6) media pembelajaran,
dan (7) evaluasi pembelajaran. (Hamalik:2001). Proses pembelajaran ditandai
dengan adanya interaksi antar komponen. Misalnya komponen peserta didik
berinteraksi dengan komponen guru, metode/media, perlengkapan/ peralatan, dan
lingkungan kelas yang mengarah kepada pencapaian tujuan pembelajaran.
Komponen pembelajaran tersebut menurut
Soetopo (2005) terdiri dari: 1)
Siswa, 2) Guru, 3) Tujuan, 4) Materi, 5) Metode, 6) Sarana/Alat, 7) Evaluasi,
dan 8) Lingkungan. Masing-masing komponen itu sebagai bagian yang berdiri
sendiri, namun dalam berproses di kesatuan sistem mereka saling bergantung dan
bersama-sama untuk mencapai tujuan. Kedelapan komponen tersebut rupanya tidak
ada satupun komponen yang dapat dipisahkan satu sama lain karena dapat
mengakibatkan tersendatnya proses belajar-mengajar. Misalnya pengajaran tidak
dapat dilakukan di ruang yang tidak jelas, tanpa siswa, tanpa tujuan, tanpa
bahan ajar.
Sedangkan
menurut Arikunto (2001), unsur-unsur
atau komponen-komponen yang dapat mendukung kualitas pembelajaran, adalah
unsur-unsur yang secara langsung berkaitan dengan berlangsungnya proses belajar
tersebut terdiri atas enam komponen, yaitu: 1) guru, 2) siswa, 3) kurikulum, 4) konteks, 5) metode, dan 6)
sarana.
Berdasarkan
uraian di atas, maka berikut ini adalah
uraian mengenai beberapa komponen pembelajaran yang dapat mempengaruhi kualitas pembelajaran; yang terdiri dari: 1) kurikulum,
2) guru, 3) siswa, 4) sarana dan prasarana pembelajaran, serta 5) lingkungan
sekolah.
a.
Kurikulum
Secara
etimologis, kurikulum (curriculum)
berasal dari bahasa Yunani, curir yang artinya “pelari” dan curere
yang berarti “tempat berpacu”. yaitu suatu jarak yang harus ditempuh
oleh pelari dari garis start sampai garis finish. Secara terminologis, istilah
kurikulum mengandung arti sejumlah pengetahuan atau mata pelajaran yang harus
ditempuh atau diselesaikan siswa guna mencapai suatu tingkatan atau
ijazah. Kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Konsep kurikulum berkembang
sejalan dengan perkembangan teori dan praktek pendidikan, dan juga bervariasi sesuai dengan aliran atau
teori pendidikan yang dianutnya. Menurut pandangan lama, kurikulum merupakan
kumpulan mata-mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari oleh
siswa.
Dewasa ini, kurikulum juga
merupakan perwujudan penerapan teori baik yang terkait dengan bidang studi
maupun yang terkait dengan konsep, penentuan, pengembangan desain,
implementasi, dan evaluasiya. Oleh karena itu, ia merupakan rencana pengajaran
dan sistem yang berisi tujuan yang ingin dicapai, bahan yang akan disajikan,
kegiatan pengajaran, alat-alat pengajaran, dan jadwal waktu pengajaran. Sebagai
suatu sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem organisasi sekolah yang
menyangkut penentuan kebijakan kurikulum, susunan personalia dan prosedur
pengembangannya, penerapan, evaluasi dan penyempurnaannya (Sukmadinata: 1997).
Kurikulum sebagai suatu
rencana ini sejalan dengan rumusan kurikulum menurut Undang-undang Nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatakan bahwa “kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.
Sehubungan
dengan konsep kurikulum Hasan (2007)
mengemukakan:
“Konsep kurikulum dapat ditinjau dari empat
dimensi, yaitu: (1) kurikulum sebagai suatu ide; yang dihasilkan melalui
teori-teori dan penelitian, khususnya dalam bidang kurikulum dan pendidikan;
(2) kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari kurikulum
sebagai suatu ide yang didalamnya memuat tentang tujuan, bahan, kegiatan,
alat-alat dan waktu; (3) kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan
pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis dalam bentuk praktek
pembelajaran; (4) kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekuensi dari
kurikulum sebagai suatu kegiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan kurikulum yakni
tercapainya perubahan perilaku atau kemampuan tertentu dari peserta didik”.
Dari
beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kurikulum dapat dipandang
sebagai mata pelajaran, sebagai perencanaan, sebagai pengalaman, dan sebagai
hasil belajar.
Kurikulum
yang dibutuhkan di masa yang akan datang yaitu kurikulum yang berbasis
kompetensi. Kompetensi dikembangkan untuk memberikan keterampilan dan keahlian
bertahan hidup dalam perubahan, pertentangan, ketidakmenentuan, ketidakpastian,
dan kerumitan-kerumitan dalam kehidupan. Kurikulum berbasis kompetensi
ditujukan untuk menciptakan lulusan yang kompeten dan cerdas dalam membangun
identitas budaya dan bangsanya. Kurikulum berbasis kompetensi mengembangkan
kompetensi peserta didik secara keseluruhan, yang terdiri dari kemampuan
akademik, keterampilan hidup, pengembangan moral, pembentukan karakter yang
kuat, kebiasaan sehat, semangat bekerjasama, dan apresiasi estetika terhadap
dunia sekitarnya. Secara ringkas kurikulum mengembangkan keharmonisan pemilikan
kemampuan logika, etika, estetika, dan kinestika. Dengan demikian, kurikulum
dapat membantu peserta didik agar berkembang sebagai individu sesuai dengan
bakat dan kemampuannya, serta tumbuh menjadi warga negara yang bertanggungjawab
dan dapat dipercaya.
Prinsip dasar
pengembangan kurikulum berbasis kompetensi sebagai suatu proses yang dinamik adalah: keseimbangan etika, logika, estetika, dan
kinestika; kesamaan memperoleh kesempatan; memperkuat identitas nasional;
menghadapi abad pengetahuan; menyongsong tantangan teknologi informasi dan
komunikasi; mengembangkan keterampilan hidup; mengintegrasikan unsur-unsur
penting ke dalam kurikuler; pendidikan alternatif; berpusat pada anak sebagai
pembangun pengetahuan; pendidikan multikultur dan multibahasa; penilaian
berkelanjutan dan komprehensif; dan
pendidikan sepanjang hayat.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah
kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing
satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan
pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender
pendidikan, dan silabus. Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu
dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi
, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran,
indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar. Silabus
merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi
pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi
untuk penilaian.
Dengan
diterapkannya kebijakan pemerintah bahwa pengembangan kurikulum operasional
dilakukan oleh setiap satuan pendidikan dengan program KTSP, maka seluruh
jajaran di setiap satuan pendidikan harus memiliki pemahaman yang luas dan
mendalam tentang landasan pengembangan kurikulum, dan secara operasional harus
dijadikan rujukan dalam mengimplementasikan kurikulum di setiap satuan
pendidikan yang dikelolanya.
Pengembangan
kurikulum di tingkat satuan pendidikan/ sekolah dapat dilihat dari beberapa
unsur yaitu silabus, Rencana Program Pembelajaran (RPP), Kegiatan
ekstrakurikuler yang diselenggarakan, serta kegiatan mandiri yang dilakukan
oleh siswa.
Dari
unsur silabus, sekolah yang baik akan mampu mengembangkan silabus yang sesuai
dengan kebutuhannya sendiri yang pasti spesifik jika dibandingkan dengan
sekolah lainnya. Sekolah seperti ini tidak akan begitu saja menerapkan silabus
yang ada atau yang telah digunakan oleh sekolah lain tanpa penyesuaian dengan
kebutuhannya yang khas. Demikian juga halnya dengan RPP. Pengembangan silabus
yang sesuai dengan kebutuhan tadi baru akan berarti bila guru kemudian
menjabarkannya dengan membuat RPP yang kreatif dan berdasarkan pada ide
sendiri. Evaluasi yang dilakukan oleh seorang guru selain digunakan sebagai
alat penilaian, juga digunakan untuk memperbaiki RPP secara berkelanjutan.
Pengembangan
kurikulum di tingkat sekolah juga tercermin dalam kegiatan ekstrakurikuler yang
disediakan untuk mewadahi minat dan bakat para siswanya. Jika minat siswa untuk
mengikuti kegiatan ekstrakurikuler
tinggi, dapat diartikan bahwa jenis kegiatan ekstrakurikuler yang ada
memang mampu mengakomodasi kebutuhan siswa di bidang tersebut. Kemudian, karena
metoda pembelajaran yang berkembang saat ini lebih berorientasi kepada siswa,
maka sekolah juga perlu menciptakan suatu kegiatan mandiri yang mampu mendukung
keberhasilan siswa dalam belajar. Kegiatan mandiri ini pada pelaksanaannya
tetap harus mendapatkan pemantauan dan pembinaan dari guru yang bersangkutan.
b.
Guru
Kata
Guru berasal dari bahasa Sansekerta “guru” yang juga berarti
guru, tetapi arti harfiahnya adalah “berat” yaitu seorang pengajar suatu ilmu.
Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik.
Menurut
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisem Pendidikan
Nasional, Pendidik adalah tenaga
kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar,
widyaswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan istilah lainnya yang sesuai
dengan kekhususannya yang juga berperan dalam pendidikan. Sementara Guru adalah
pendidik profesional yang mempunyai tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah.
Guru
menempati posisi kunci dan strategis dalam menciptakan suasana belajar yang
kondusif dan menyenangkan untuk mengarahkan siswa agar dapat mencapai tujuan
secara optimal (Hermawan: 2008).
Pembelajaran
pada haikatnya adalah proses sebab-akibat. Guru sebagai pengajar merupakan
penyebab utama terjadinya proses pembelajaran siswa, meskipun tidak semua
belajar siswa merupakan akibat guru yang mengajar. Oleh sebab itu, guru sebagai
figur sentral harus mampu menetapkan strategi pembelajaran yang tepat sehingga
dapat mendorong terjadinya perbuatan belajar siswa yang aktif, produktif, dan
efesien. Guru hendaknya dalam mengajar harus memperhatikan kesiapan, tingkat
kematangan, dan cara belajar siswa.
Seorang
guru memiliki beberapa fungsi, yaitu: a) Sebagai pendidik (nurturer) merupakan peran-peran yang berkaitan dengan tugas-tugas
memberi bantuan dan dorongan (supporter),
tugas-tugas pengawasan dan pembinaan (supervisor)
serta tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak itu
menjadi patuh terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan
masyarakat.; b) Sebagai model atau contoh bagi anak, oleh karena itu tingkah
laku pendidik baik guru, orang tua atau tokoh-tokoh masyarakat harus sesuai
dengan norma-norma yang dianut oleh masyarakat, bangsa dan negara; c) Sebagai
pengajar dan pembimbing dalam pengalaman belajar, karena setiap guru harus
memberikan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman lain di luar fungsi
sekolah; d) Sebagai pelajar (learner), karena seorang guru dituntut
untuk selalu menambah pengetahuan dan keterampilan supaya pengetahuan dan
keterampilan yang dirnilikinya tidak ketinggalan jaman dantidak hanya terbatas
pada pengetahuan yang berkaitan dengan pengembangan tugas profesional, tetapi
juga tugas kemasyarakatan maupun tugas kemanusiaan; e) Sebagai administrator
karena bertindak juga sebagai administrator pada bidang pendidikan dan
pengajaran, yang dituntut bekerja
teratur secara administrasi. Segala pelaksanaan dalam kaitannya proses belajar
mengajar perlu diadministrasikan secara baik misalnya membuat rencana mengajar dan mencatat hasil belajar.
Terdapat
sejumlah perilaku guru yang besar sekali kontribusinya terhadap pembelajaran
yang efektif, diantaranya adalah: a)
kejernihan sajian guru; b) variasi dan fleksibilitas panyajian; c) tingkat
orientasi guru pada pencapaian tujuan; dan d) jumlah waktu yang dapat disediakan
guru agar sebagian besar aktivitas siswa tercurah pada kegiatan akademik.
Berdasarkan
Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan,7 Pasal 28 dinyatakan bahwa : Pendidik harus memiliki kualifikasi
akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani,
serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Kualifikasi
akademik adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang
pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang
relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kompetensi sebagai
agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah meliputi:
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan
kompetensi sosial.
Kemampuan
seorang guru dalam penyelenggaraan pembelajaran yang bermutu antara lain dapat
dilihat dari penguasaannya terhadap materi ajar dan strategi belajar
mengajar, penguasaannya terhadap
teknologi dan media pembelajaran, serta kemampuannya dalam memelihara etika
profesi.
Guru
dapat dikatakan menguasai materi ajar jika guru tersebut menguasai substansi
mata pelajaran yang diampu dan sesuai dengan bidang keahliannya. Dengan
demikian, guru akan mampu mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan
dunia nyata siswa. Penguasaan guru terhadap strategi belajar mengajar dapat
dimulai dengan kemampuannya dalam mengidentifikasi potensi yang dimiliki oleh
masing-masing siswa, serta mengidentifikasi kesulitan belajar yang dialami para
siswanya. Pengidentifikasian ini sangat tergantung kepada kejelian guru dalam
mendalami karakteristik setiap siswanya yang baru akan dapat dilakukan jika
guru tersedut memiliki kedekatan emosional yang baik dengan siswanya. Guru yang berkemampuan juga ditandai dengan
keberhasilannya dalam menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik secara aktif,
kreatif, inovatif, efektif dan menyenangkan. Guna mengoptimalkan hasil
pembelajaran, guru harus mampu menggunakan media pembelajaran.
Sekolah, sebagai institusi tempat guru
melaksanakan kewajibannya, hendaknya memberikan dukungan terhadap perwujudan
guru yang profesional melalui pemberian kesempatan dan dorongan agar mereka
dapat mengembangkan keprofesionalannya secara berkelanjutan baik melalui
upaya-upaya formal maupun non formal.
Penghargaan yang diberikan oleh pihak sekolah terutama terhadap guru
yang berprestasi juga akan turut mempengaruhi kinerja guru yang bersangkutan.
Pemberian penghargaan yang baik hendaknya berlaku secara konsisten agar
memberikan dampak yang optimal.
c.
Siswa
Siswa atau peserta didik adalah
seseorang yang mengikuti suatu program pendidikan di sekolah atau
lembaga pendidikan lainnya, di bawah bimbingan seorang atau beberapa guru. Menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, peserta didik adalah anggota masyarakat yang
berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang trsedia
pada jalur, jenjang dan pendidikan tertentu. Siswa atau peserta didik merupakan
subyek utama dalam pembelajaran dalam usaha pencapaian tujuan pembelajaran yang
telah dibuat sebagai acuan kegiatan belajar-mengajar. Keberhasilan pencapaian
tujuan banyak tergantung kepada kesiapan dan cara belajar yang dilakukan siswa.
Menurut Cruickshank (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi
belajar siswa dapat dibedakan menjadi empat variabel, yaitu variabel guru,
konteks, proses, dan produk. Variabel Guru dapat mempengaruhi keberhasilan
belajar siswa meliputi tingkat pendidikan, kemampuan mengajar, IQ, dan motivasi.
Variabel berikutnya adalah variabel Konteks yang dibedakan menjadi tiga, yaitu: a) variabel
siswa, yang meliputi: kemampuan, pengetahuan dan sikap yang telah ada pada diri
siswa; b) variabel sekolah, meliputi: iklim, keramaian (kebisingan), ukuran
sekolah dan komposisi etnik, c) variabel konteks kelas, meliputi: ukuran kelas,
buku-buku yang tersedia dan lingkungan fisik kelas (suhu, cahaya, ukuran ruang,
kebisingan). Sedangkan variabel Proses pembelajaran yang mempengaruhi
keberhasilan belajar siswa dibedakan menjadi dua, yaitu: a) kinerja guru dalam
kelas, yang meliputi: kejelasan dalam menyampaikan pelajaran, semangat dalam
mengajar, sikap yang menyenangkan, dan variasi dalam menggunakan strategi
mengajar, b) perilaku siswa dalam kegiatan pembelajaran, yang dapat dibedakan
menjadi sikap dan motivasi belajar siswa. Variabel terakhir adalah variabel Produk yang
dibedakan antara hasil jangka pendek (segera) seperti sikap terhadap mata
pelajaran dan perkembangan dalam kecakapan serta hasil jangka panjang seperti
kecakapan profesioanal atau kecakapan dalam bidang kerja tertentu.
Adapun
peran peserta didik dalam pembelajaran menurut Winataputra (2007), antara lain:
a) tertarik pada topik yang sedang dibahas; b) dapat melihat relevansi topik
yang sedang dibahas; c) merasa aman dalam lingkungan sekolah; d) terlibat dalam
pengambilan keputusan belajarnya; e) memiliki motivasi; f) melihat hubungan
antara pendekatan pembelajaran yang digunakan dengan pengalaman belajar yang
akan dicapai.
d.
Sarana
dan Prasarana Pembelajaran
Sarana dan prasarana pembelajaran adalah segala sesuatu yg dapat dipakai sebagai alat
dalam mencapai maksud atau tujuan pembelajaran; terdiri dari perlengkapan
pembelajaran yang dapat dipindah-pindah (sarana) maupun fasilitas dasar untuk
menjalankan fungsi sekolah (prasarana).
Sarana
dan prasarana sekolah adalah salah satu komponen dalam sistem sekolah. Oleh
karena itu keberadaannya harus selaras dengan komponen yang lain, dan
ditentukan berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan di sekolah. Miarso (2005)
menyatakan bahwa prasarana pembelajaran antara lain meliputi perpustakaan, ruang kelas, laboratorium, dan ruang karya (workshops)
dan studio.
Perpustakaan yang baik seyogyanya memiliki: a) Ruang koleksi
buku teks, referensi, bacaan pengayaan dan ilmiah popular, jurnal dan publikasi
lain seperti surat kabar dan majalah; b) Ruang koleksi media audiovisual (peta, model,
kaset, CD dsb); c) Ruang baca/belajar mandiri (study carrels); d) Ruang diskusi; e) Ruang baca umum/terbuka; f) Ruang kerja
komputer (computer work-stations) yang tersambung internet; dan g) Ruang
kreatif guru dan siswa.
Untuk
ruang kelas, sebaiknya ruang kelas dirancang dalam dua kategori, yaitu untuk
belajar mandiri dan untuk mata pelajaran tertentu. Jadi ada kelas untuk
pelajaran matematika, biologi, fisika dan sebagainya, disamping kelas untuk
belajar mandiri yang juga dipakai bergantian. Sarana dan prasarana
masing-masing kelas didesain sebagai lingkungan yang merangsang dan guru untuk
masing-masing mata pelajaran berposisi
di kelas tersebut. Siswa berrotasi menggunakan kelas-kelas tersebut (jadi tidak
ada kelas tetap untuk sejumlah siswa, dan bukan guru yang berotasi ke setiap
kelas).
Selain
kelas, prasarana yang harus ada adalah laboratorium yang digunakan untuk melakukan
praktikum, percobaan dan pembuktian. Laboratorium yang diperlukan adalah : a) Laboratorium
Fisika; b) Laboratorium Kimia; c) Laboratorium Komputer; d) Laboratorium
Biologi; dan e) Laboratorium Bahasa.
Disamping
kelas dan laboratorium perlu dipertimbangkan adanya ruang karya (workshops) dan
studio. Ruang karya dapat meliputi sarana dan prasarana untuk menguasai
berbagai keterampilan dalam lingkungan rumahtangga seperti dapur dan tempat
cuci, bengkel listrik & elektronik dsb. Studio dapat meliputi pelajaran
dalam fotografi, seni musik, seni grafis, seni tari dsb.
Untuk kategori perlengkapan pembelajaran yang dapat
dipindah-pindah (sarana), maka media pembelajaran adalah yang paling utama. Media
pembelajaran bisa berupa perangkat lunak (soft
ware) atau perangkat keras (hard
ware) yang berfungsi sebagai alat belajar atau alat bantu belajar. Media
pada hakekatnya merupakan salah satu komponen sistem pembelajaran. Sebagai
komponen, media hendaknya merupakan bagian integral dan harus sesuai dengan
proses pembelajaran secara menyeluruh.
Dilihat
dari jenisnya,media dibagi menjadi 3 macam, yaitu: a) Media auditif, yaitu
media yang hanya mengandalkan kemampuan suara saja, seperti radio, cassette
recorder; b) Media visual, yaitu media yang hanya mengandalkan indera
penglihatan, seperti foto, gambar atau lukisan, slide, dan c) Media audiovisual, yaitu media yang mempunyai
unsur suara dan unsur gambar, seperti film dan video-cassete.
Keberadaan
sarana dan prasarana ini hendaknya mencukupi untuk menyelenggarakan proses
pembelajaran yang optimal, baik dari segi jenis maupun jumlahnya. Ketersediaan
ruang kelas, laboratorium, perpustakaan, fasilitas olah raga, maupun fasilitas di ruangan kelas seperti meja,
kursi, papan tulis/white board, kapur/spidol dan lainnya hendaknya sesuai
dengan kebutuhan pembelajaran. Selain jenis
dan jumlahnya, sarana dan prasarana yang ada juga harus dalam kondisi baik,
terpelihara, layak digunakan, sesuai dengan kebutuhan, dan mengikuti
perkembangan teknologi. Hal yang tidak kalah pentingnya kemudian, adalah
pemanfaatan sarana dan prasarana yang ada dalam proses pembelajaran; baik oleh
guru maupun siswa. Ketersediaan, kecukupan, keterpeliharaan, dan kesesuaian
dengan teknologi terkini tidak akan berarti jika sarana dan prasarana tersebut
tidak digunakan secara optimal.
e.
Lingkungan
Sekolah
Lingkungan sekolah merupakan komponen
pembelajaran yang sangat penting demi suksesnya belajar siswa. Lingkungan ini
mencakup lingkungan fisik, lingkungan sosial, lingkungan alam, dan lingkungan
psikologis pada waktu pembelajaran berlangsung. Semua komponen pembelajaran
harus dikelola sedemikian rupa, sehingga anak dapat belajar dengan
sebaik-baiknya untuk mencapai hasil yang optimal.
Terdapat beberapa
kondisi lingkungan yang dapat menunjang keberhasilan pembelajaran. Salah
satunya adalah lapangan. Fasilitas lapangan adalah sesuatu hal yang sangat
penting bagi kegiatan belajar mengajar di sekolah, khususnya yang berhubungan
dengan ketangkasan dan pendidikan jasmani. Selain itu lapangan juga dapat
digunakan untuk kegiatan olah raga siswa, kegiatan upacara/apel pagi, dan
kegiatan perayaan/pentas seni yang memerlukan tempat yang luas.
Pepohonan yang rindang
di lingkungan sekolah akan memberikan kesan asri dan teduh, sehingga
menimbulkan rasa nyaman. Kurangnya pepohonan akan menimbulkan suasana yang
gersang, disamping mengakibatkan jumlah oksigen berkurang. Oksigen adalah salah
satu pendukung kecerdasan anak. Kadar oksigen yang sedikit pada manusia akan
menyebabkan suplai darah ke otak menjadi lambat. Karena itulah dibutuhkan
banyaknya pohon rindang di lingkungan pekarangan sekolah dan lingkungan sekitar
sekolah.
Unsur lingkungan yang berikutnya
adalah sistem sanitasi dan sumur resapan air. Sistem
sanitasi yang baik adalah syarat terpenting sebuah lingkungan agar layak untuk
ditinggali. Dengan sistem sanitasi yang bersih, maka seluruh warga sekolah akan
dapat lebih tenang dalam mengadakan proses belajar mengajar. Selain itu
diperlukan juga saluran pembuangan air limbah yang tertutup serta sistem sumur
resapan air untuk mengalirkan air hujan agar tidak menjadi genangan air yang
dapat menjadikan kotor lingkungan sekolah, atau bahkan membahayakan.
Tempat pembuangan sampah
adalah unsur lainnya yang penting. Dalam masalah sampah di sekolah, perlu
ditumbuhkan kesadaran bagi seluruh warga sekolah untuk turut menjaga
lingkungan. Salah satu caranya adalah dengan menyediakan tempat pembuangan
sampah berupa tong-tong sampah dan tempat pengumpulan sampah akhir di sekolah.
Lingkungan sekitar sekolah juga
harus mendukung kenyamanan belajar. Lingkungan
sekolah yang dekat dengan pabrik yang bising dan berpolusi udara, atau
lingkungan sekolah yang berada di pinggir jalan raya yang selalu padat, atau
bahkan lingkungan sekolah yang letaknya berdekatan dengan tempat pembuangan
sampah atau sungai yang tercemar sampah sehingga menimbulkan ketidaknyamanan
akibat bau-bau tak sedap. Lingkungan sekitar sekolah yang seperti itu akan
dapat menyebabkan siswa cenderung tidak nyaman belajar, atau bahkan penurunan
kualitas kecerdasan akibat polusi tersebut. Selain itu, sekolah juga perlu
memiliki pagar pemisah yang memberikan batasan dengan lingkungan sekitarnya.
Dengan demikian sekolah hanya memiliki satu atau dua gerbang untuk keluar dan
masuk. Keadaan seperti ini akan memudahkan pengontrolan terhadap keberadaan
siswa, disamping memperkecil kemungkinan terjadinya gangguan keamanan dari
lingkungan sekitar.
Bangunan sekolah yang kokoh dan
sehat sangat diperlukan agar proses pembelajaran berlangsung dengan nyaman.
Adanya kekhawatiran terhadap runtuhnya bangunan sekolah misalnya, tentu akan
mempengaruhi tingkat konsentrasi belajar.
Faktor
lingkungan lainnya yang turut mempengaruhi konsentrasi belajar adalah suara,
pencahayaan, ventilasi. Tiap orang mempunyai reaksi yang berbeda terhadap
suara. Ada yang menyukai belajar di tempat yang ramai, bersama teman, tapi ada
juga yang tidak dapat berkonsentrasi kalau banyak suara di sekitarnya. Dalam
hal ini sekolah hendaknya meminimalkan gangguan suara yang berupa kebisingan,
agar konsentrasi belajar terpelihara. Pencahayaan yang baik akan memudahkan
proses belajar. Salah satu ciri ruangan memiliki pencahayaan yang baik adalah
bila kita dapat membaca buku tanpa lampu di siang hari yang bercuaca nornal.
Bila pencahayaan ternyata kurang, sekolah harus menyediakan tambahan lampu yang
mencukupi. Ventilasi berhubungan dengan kecukupan udara dalam ruangan.
Ventilasi yang kurang akan menyebabkan ruangan terasa sumpek dan panas.
Pengaturan ventilasi di kelas-kelas dapat dilakukan dengan pengaturan jendela.
Dari
semua komponen pembelajaran yang sudah dibahas, antara komponen yang satu dengan yang lain
memiliki hubungan yang saling berkaitan. Guru sebagai ujung tombak pelaksanaan
pendidikan di lapangan, sangat menentukan keberhasilan dalam mencapai tujuan
pendidikan. Tidak hanya berfungsi sebagai pelaksana kurikulum, guru juga
sebagai pengembang kurikulum. Bagi guru, memahami kurikulum merupakan suatu hal
yang mutlak. Setelah guru mempelajari kurikulum yang berlaku, selanjutnya
membuat suatu desain pembelajaran dengan mempertimbangkan kemampuan awal siswa
(entering behavior), tujuan yang
hendak dicapai, teori belajar dan pembelajaran, karakteristik bahan yang akan
diajarkan, metode dan media atau sumber belajar yang akan digunakan, dan
unsur-unsur lainnya sebagai penunjang. Setelah desain dibuat, kemudian
pembelajaran dilakukan. Dalam hal ini ada dua kegiatan utama, yaitu guru
bertindak mengajar dan siswa bertindak belajar. Kedua kegiatan tersebut
berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Pada akhirnya
implementasi pembelajaran itu akan menghasilkan suatu hasil belajar. Setiap
guru juga dituntut untuk memahami masing-masing
metode secara baik. Dengan pemilihan dan penggunaan metode yang tepat untuk
setiap unit materi pelajaran yang diberikan kepada siswa, maka akan
meningkatkan proses interaksi belajar-mengajar. Siswa juga akan memperoleh
hasil belajar yang efektif dan mendapatkan kesempatan belajar yang
seluas-luasnya. Jika ada salah satu komponen pembelajaran yang bermasalah, maka
proses pembelajaran tidak dapat berjalan dengan baik.
Sumbernya dari mana kak?
ReplyDelete