Total Pageviews

Thursday 22 September 2016

Mutu Pembelajaran

Konsep pembelajaran seperti yang tercantum dalam Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003 merupakan perubahan dari konsep kegiatan belajar mengajar dan  memiliki makna yang lebih dalam dan luas dibanding sebelumnya. Pembelajaran merupakan sebuah proses interaksi antara siswa dengan sumber belajar dalam suatu lingkungan yang dikelola dengan sengaja agar tercapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan.
Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mengacu pada input/masukan, proses, dan dampaknya. Mutu pembelajaran dapat tercapai apabila manajemen sekolah serta semua sumber daya sekolah dapat mentransformasikan dan menyinergikan berbagai input dan situasi dalam kegiatan belajar mengajar.
Penerapan manajemen peningkatan mutu dalam pembelajaran dimaksudkan agar tercapai keunggulan dalam proses pembelajaran. Suatu pembelajaran unggul adalah pembelajaran yang mengutamakan hasil dan memberi peluang tinggi bagi guru dan siswa untuk aktif, inovatif, dan pemanfaatan sarana dan prasarana yang baik. 
1. Mutu Proses Pembelajaran
Mutu proses pembelajaran sangat ditentukan oleh profesionalisme guru. Ini berarti, guru dalam pembelajaran tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan semata tapi juga mendidik, mengarahkan dan menggerakkan siswa agar menjadi manusia seutuhnya, tidak hanya pandai dan terampil tetapi juga berintegritas serta berbudi pekerti yang luhur.
Salah satu upaya mencapai mutu pembelajaran adalah dengan melakukan inovasi pembelajaran. Setiap guru selalu dituntut untuk mengadakan improvisasi dan inovasi dalam pembelajarannya. Secara psikologis, seorang guru tidak pernah melakukan proses pembelajaran yang sama dua kali meskipun topik, kelompok siswa, dan waktunya sama. Bukan karena situasi dan kondisinya berbeda, melainkan karena guru tersebut melakukan improvisasi dan inovasi.
Inovasi tidak selalu berkenaan dengan sesuatu yang asing, hal yang sangat kompleks dan luas serta baru bagi setiap pelaksana pendidikan. Inovasi berkenaan juga dengan hal-hal sederhana, atau ada kaitannya dengan yang sudah dilakukan.
Berikut ini adalah beberapa inovasi pembelajaran yang dapat diterapkan oleh guru dalam pembelajaran.
a.   Inquiry learning
Sukmadinata (2006:21) menjelaskan bahwa inquiry learning adalah pembelajaran komunikatif dan berorientasi pada lingkungan. Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang menuntut keaktifan siswa. Dengan demikian, siswa tidak lagi ditempatkan dalam posisi pasif sebagai penerima bahan ajaran yang diberikan guru, tetapi sebagai subjek yang aktif melakukan proses berfikir, mencari, mengolah, mengurai, menggabung, menyimpulkan, dan menyelesaikan masalah. Bahan ajar dipilih, disusun, dan disajikan kepada siswa dengan penuh makna, sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa, serta sedekat mungkin dihubungkan dengan kenyataan dan kegunaannya dalam kehidupan.
b.   E-learning
E-learning adalah pembelajaran melalui jasa elektronik. Kini e-learning menjadi salah satu alternatif pembelajaran karena keunggulan yang dimilikinya. Dalam banyak hal, suksesnya program elearning sangat tergantung dari penilaian apakah: a) e-learning tersebut sudah merupakan suatu kebutuhan, b) tersedianya infrastruktur pendukung seperti telepon dan listrik, c) tersedianya fasilitas jaringan dan koneksi internet, d) software pembelajaran, e) kemampuan dan keterampilan orang yang mengoperasikannya, dan f) kebijakan yang mendukung pelaksanaan e-learning tersebut.
Sejalan dengan berkembangnya Information, Communication and Technology (ICT), maka keenam komponen di atas berkembang secara cepat. Walaupun diakui bahwa prospek e-learning melalui internet adalah prospektif, namun masih dijumpai beberapa kendala dan tantangan yang perlu mendapatkan perhatian, yaitu: a) masih kurangnya kemampuan menggunakan internet sebagai sumber pembelajaran, 2) biaya yang diperlukan masih relatif mahal untuk tahap-tahap awal, c) belum memadainya perhatian terhadap open and distance learning (ODL) melalui internet, dan d) belum memadainya infrastruktur pendukung untuk daerah-daerah tertentu.
c.   Quantum learning
Pembelajaran di sekolah harus berusaha mewujudkan empat visi baru pendidikan di sekolah sebagaimana ditawarkan oleh UNESCO, yaitu bahwa pendidikan pada abad 21 harus diorientasikan kepada empat pilar pembelajaran, yaitu: 1) Learning to know (belajar untuk mengetahui), 2) learning to do (belajar untuk bisa berbuat dan melakukan sesuatu), 3) learning to be (belajar menghayati hidup menjadi seorang pribadi), dan 4) learning to live together (belajar untuk bisa hidup bersama).
Quantum learning diartikan sebagai “pengubahan bermacam-macam interaksi  yang ada di dalam dan sekitar peristiwa belajar”. Interaksi-interaksi ini mencakup unsur-unsur belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa. Metoda Quantum learning berkaitan dengan model pembelajaran life skills bagi siswa-siswa yang siap bekerja dan mengembangkan pengetahuan serta keterampilannya.
d.   Mastery learning
Mastery learning merupakan konsep belajar tuntas atau belajar sebagai penguasaan (learning for mastery) yakni suatu falsafah tentang pembelajaran yang mengatakan bahwa dengan sistem pembelajaran yang tepat maka semua peserta didik dapat belajar dengan hasil yang baik dari seluruh bahan yang diberikan. Dengan  demikian,  maka: 1) pembelajaran   perlu   lebih   menekankan  pada pembelajaran individual, 2) perlu diupayakan lingkungan belajar yang kondusif dengan metode dan media yang bervariasi yang memungkinkan setiap peserta didik mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan antusias, dan 3) dalam pembelajaran perlu diberikan waktu yang cukup, terutama dalam penyelesaian tugas dan praktek.
e.   Contextual Teaching and learning/ Pembelajaran kontekstual.
Contextual Teaching and learning (CTL) merupakan salah satu model pembelajaran berbasis kompetensi yang dapat dijadikan untuk mengefektifkan dan menyukseskan implementasi kurikulum terbaru.
CTL merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata, sehingga para peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari.
Pendekatan kontekstual memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), permodelan (modelling), dan penilaian sebenarnya (authentic assesment). Sebuah kelas dinyatakan menggunakan pendekatan kontekstual jika menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam pembelajarannya.
f.    Pakem (Pembelajaran Aktif, Kreatif, dan Menyenangkan)
Pakem adalah suatu model pembelajaran yang memungkinkan peserta didik mengerjakan kegiatan yang beragam untuk mengembangkan keterampilan, sikap, dan pemahaman berbagai sumber dan alat bantu belajar termasuk pemanfaatan lingkungan supaya pembelajaran lebih menarik, menyenangkan, dan efektif. Meskipun yang diharapkan pertama dan utama adalah keaktifan dan kekreatifitasan peserta didik, namun guru harus merancang pembelajaran dengan baik pelaksanaannya, dan akhirnya menilai hasilnya.

        2.   Mutu Hasil Belajar
Belajar dapat didefinisikan sebagai proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Menurut Gagne (1984), “belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas, yaitu setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai” . Selanjutnya Gagne menyatakan kapabilitas tersebut timbul dari: 1) stimuli yang berasal dari lingkungan, dan 2) proses kognitif yang mengubah sifat stimuli lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru.
Mutu hasil belajar siswa ditentukan oleh banyak faktor, misalnya kualifikasi pendidikan guru, dukungan sarana dan prasarana yang bermutu dan lingkungan belajar yang kondusif. Hal senada juga diungkapkan oleh Tilaar (2000) yang berpendapat mutu hasil belajar ditentukan oleh tiga komponen, yaitu: mutu dosen, mahasiswa, dan proses pembelajaran itu sendiri. Sedangkan, pengelompokkan hasil belajar itu sendiri dapat dibagi dalam lima kategori, yaitu: 1) intellectual skills (keterampilan  intelektual); 2) cognitive strategy (strategi kognitif); 3) verbal information (informasi verbal); 4) motoric skills (keterampilan motorik); dan 5) attitude (sikap). Dengan demikian mutu hasil belajar dapat diukur dengan melihat mutu pendidik dan peserta yang meliputi keterampilan intelektual dan motorik, proses pembelajaran yang baik dan sikap yang baik.
Kajian terhadap masalah mutu pendidikan akan sangat terkait dengan sejumlah besar variabel dan sangat multi dimensi. Sementara itu jika dilihat dari dimensi ekonomi, mutu pendidikan harus dapat diukur tidak hanya dari efektivitas proses pendidikan dan mutu guru, tetapi juga sejauh mana hasil pendidikan itu memberikan dampak ekonomi baik dalam bentuk pekerjaan maupun pendapatan yang diperoleh lulusan.


Banyak hal yang menjadi sumber mutu dalam pendidikan. Diantaranya adalah  sarana gedung yang bagus, guru yang berkualitas, nilai moral yang tinggi, hasil ujian yang memuaskan, adanya spesialisasi atau kejuruan, dorongan orang tua yang cukup, sumberdaya yang melimpah, aplikasi teknologi mutakhir, kepemimpinan yang baik dan efektif, perhatian terhadap anak didik, kurikulum yeng memadai, atau juga kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Sumber mutu dalam bidang pendidikan ini dapat dipandang sebagai faktor pembentuk dari suatu kualitas pendidikan, atau faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan.
Sementara itu Fatah (2000 : 90) mengemukakan upaya peningkatan mutu dan perluasan pendidikan membutuhkan sekurang-kurangnya tiga faktor utama yaitu (1) Kecukupan sumber-sumber pendidikan dalam arti kualitas tenaga kependidikan, biaya dan sarana belajar; (2) Mutu proses belajar mengajar yang mendorong siswa belajar efektif; dan (3) Mutu keluaran dalam bentuk pengetahuan, sikap ketrampilan, dan nilai-nilai. Jadi kecukupan sumber, mutu proses belajar mengajar, dan mutu keluaran akan dapat terpenuhi jika dukungan biaya yang dibutuhkan dan tenaga professional kependidikan dapat disediakan di sekolah, dan semua ini tentu saja memerlukan sumberdaya pendidikan termasuk biaya.

        3.   Mutu Layanan Pembelajaran
Mutu  layanan   pendidikan  adalah  kemampuan   pihak pengelola lembaga pendidikan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas kepada pelanggan/ peserta didik.
Mutu layanan pembelajaran adalah segala aktivitas yang dilakukan oleh guru dan manajemen sekolah baik mengorganisasikan maupun mengatur lingkungan yangada di sekitar siswa sehingga dapat mendorong dan menumbuhkan semangat siswa dalam melakukan kegiatan belajar mengajar serta berhubungan dengan kemajuan perubahan kemampuan siswa.
Berikut ini adalah beberapa indikator dari mutu layanan pembelajaran:      1) Mutu mengajar guru; 2) Kelancaran layanan pembelajaran sesuai dengan jadwal; 3) Umpan balik yang diterima siswa mengenai pembelajarannya; 4) Layanan keseharian guru terhadap siswa; 5) Kepuasan siswa terhadap layanan mengajar guru dan layanan sekolah; dan 6) Fasilitas belajar.





1 comment:

  1. Good article. Maaf mau tanya sumber referensi mutu layanan pembelajaran dimana ya? thanks

    ReplyDelete

Jangan lupa tulis komentar yaa..... Terimakasih.