Konsep
pembelajaran seperti yang tercantum dalam Undang Undang Sistem Pendidikan
Nasional nomor 20 tahun 2003 merupakan perubahan dari konsep kegiatan belajar
mengajar dan memiliki makna yang lebih
dalam dan luas dibanding sebelumnya. Pembelajaran merupakan sebuah proses
interaksi antara siswa dengan sumber belajar dalam suatu lingkungan yang
dikelola dengan sengaja agar tercapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan.
Dalam
konteks pendidikan, pengertian mutu mengacu pada input/masukan, proses, dan dampaknya. Mutu pembelajaran dapat
tercapai apabila manajemen sekolah serta semua sumber daya sekolah dapat
mentransformasikan dan menyinergikan berbagai input dan situasi dalam kegiatan belajar mengajar.
Penerapan
manajemen peningkatan mutu dalam pembelajaran dimaksudkan agar tercapai
keunggulan dalam proses pembelajaran. Suatu pembelajaran unggul adalah
pembelajaran yang mengutamakan hasil dan memberi peluang tinggi bagi guru dan
siswa untuk aktif, inovatif, dan pemanfaatan sarana dan prasarana yang baik.
1. Mutu Proses Pembelajaran
Mutu
proses pembelajaran sangat ditentukan oleh profesionalisme guru. Ini berarti,
guru dalam pembelajaran tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan semata tapi
juga mendidik, mengarahkan dan menggerakkan siswa agar menjadi manusia seutuhnya,
tidak hanya pandai dan terampil tetapi juga berintegritas serta berbudi pekerti
yang luhur.
Salah
satu upaya mencapai mutu pembelajaran adalah dengan melakukan inovasi
pembelajaran. Setiap guru selalu dituntut untuk mengadakan improvisasi dan
inovasi dalam pembelajarannya. Secara psikologis, seorang guru tidak pernah
melakukan proses pembelajaran yang sama dua kali meskipun topik, kelompok
siswa, dan waktunya sama. Bukan karena situasi dan kondisinya berbeda,
melainkan karena guru tersebut melakukan improvisasi dan inovasi.
Inovasi
tidak selalu berkenaan dengan sesuatu yang asing, hal yang sangat kompleks dan
luas serta baru bagi setiap pelaksana pendidikan. Inovasi berkenaan juga dengan
hal-hal sederhana, atau ada kaitannya dengan yang sudah dilakukan.
Berikut
ini adalah beberapa inovasi pembelajaran yang dapat diterapkan oleh guru dalam
pembelajaran.
a.
Inquiry
learning
Sukmadinata
(2006:21) menjelaskan bahwa inquiry
learning adalah pembelajaran komunikatif dan berorientasi pada lingkungan.
Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang menuntut keaktifan siswa.
Dengan demikian, siswa tidak lagi ditempatkan dalam posisi pasif sebagai
penerima bahan ajaran yang diberikan guru, tetapi sebagai subjek yang aktif
melakukan proses berfikir, mencari, mengolah, mengurai, menggabung,
menyimpulkan, dan menyelesaikan masalah. Bahan ajar dipilih, disusun, dan
disajikan kepada siswa dengan penuh makna, sesuai dengan kebutuhan dan minat
siswa, serta sedekat mungkin dihubungkan dengan kenyataan dan kegunaannya dalam
kehidupan.
b.
E-learning
E-learning adalah pembelajaran
melalui jasa elektronik. Kini e-learning
menjadi salah satu alternatif pembelajaran karena keunggulan yang dimilikinya.
Dalam banyak hal, suksesnya program elearning sangat tergantung dari penilaian
apakah: a) e-learning tersebut sudah
merupakan suatu kebutuhan, b) tersedianya infrastruktur pendukung seperti
telepon dan listrik, c) tersedianya fasilitas jaringan dan koneksi internet, d)
software pembelajaran, e) kemampuan
dan keterampilan orang yang mengoperasikannya, dan f) kebijakan yang mendukung
pelaksanaan e-learning tersebut.
Sejalan
dengan berkembangnya Information,
Communication and Technology (ICT), maka keenam komponen di atas berkembang
secara cepat. Walaupun diakui bahwa prospek e-learning
melalui internet adalah prospektif, namun masih dijumpai beberapa kendala dan
tantangan yang perlu mendapatkan perhatian, yaitu: a) masih kurangnya kemampuan
menggunakan internet sebagai sumber pembelajaran, 2) biaya yang diperlukan
masih relatif mahal untuk tahap-tahap awal, c) belum memadainya perhatian
terhadap open and distance learning
(ODL) melalui internet, dan d) belum memadainya infrastruktur pendukung untuk
daerah-daerah tertentu.
c.
Quantum
learning
Pembelajaran
di sekolah harus berusaha mewujudkan empat visi baru pendidikan di sekolah
sebagaimana ditawarkan oleh UNESCO, yaitu bahwa pendidikan pada abad 21 harus
diorientasikan kepada empat pilar pembelajaran, yaitu: 1) Learning to know (belajar untuk mengetahui), 2) learning to do (belajar untuk bisa berbuat
dan melakukan sesuatu), 3) learning to be
(belajar menghayati hidup menjadi seorang pribadi), dan 4) learning to live together (belajar untuk bisa hidup bersama).
Quantum learning
diartikan sebagai “pengubahan bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan sekitar peristiwa
belajar”. Interaksi-interaksi ini mencakup unsur-unsur belajar efektif yang
mempengaruhi kesuksesan siswa. Metoda Quantum
learning berkaitan dengan model pembelajaran life skills bagi siswa-siswa yang siap bekerja dan mengembangkan
pengetahuan serta keterampilannya.
d.
Mastery
learning
Mastery learning
merupakan konsep belajar tuntas atau belajar sebagai penguasaan (learning for mastery) yakni suatu
falsafah tentang pembelajaran yang mengatakan bahwa dengan sistem pembelajaran
yang tepat maka semua peserta didik dapat belajar dengan hasil yang baik dari
seluruh bahan yang diberikan. Dengan
demikian, maka: 1)
pembelajaran perlu lebih
menekankan pada pembelajaran
individual, 2) perlu diupayakan lingkungan belajar yang kondusif dengan metode
dan media yang bervariasi yang memungkinkan setiap peserta didik mengikuti
kegiatan belajar mengajar dengan antusias, dan 3) dalam pembelajaran perlu
diberikan waktu yang cukup, terutama dalam penyelesaian tugas dan praktek.
e.
Contextual
Teaching and learning/ Pembelajaran kontekstual.
Contextual Teaching and learning (CTL)
merupakan salah satu model pembelajaran berbasis kompetensi yang dapat
dijadikan untuk mengefektifkan dan menyukseskan implementasi kurikulum terbaru.
CTL
merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi
pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata, sehingga para
peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam
kehidupan sehari-hari.
Pendekatan
kontekstual memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), permodelan (modelling), dan penilaian sebenarnya (authentic assesment). Sebuah kelas
dinyatakan menggunakan pendekatan kontekstual jika menerapkan ketujuh komponen
tersebut dalam pembelajarannya.
f.
Pakem (Pembelajaran Aktif, Kreatif, dan
Menyenangkan)
Pakem
adalah suatu model pembelajaran yang memungkinkan peserta didik mengerjakan
kegiatan yang beragam untuk mengembangkan keterampilan, sikap, dan pemahaman
berbagai sumber dan alat bantu belajar termasuk pemanfaatan lingkungan supaya
pembelajaran lebih menarik, menyenangkan, dan efektif. Meskipun yang diharapkan
pertama dan utama adalah keaktifan dan kekreatifitasan peserta didik, namun
guru harus merancang pembelajaran dengan baik pelaksanaannya, dan akhirnya
menilai hasilnya.
2.
Mutu
Hasil Belajar
Belajar dapat didefinisikan sebagai proses
yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Menurut Gagne (1984), “belajar merupakan kegiatan yang kompleks.
Hasil belajar berupa kapabilitas, yaitu setelah belajar orang memiliki
keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai” . Selanjutnya Gagne menyatakan
kapabilitas tersebut timbul dari: 1) stimuli yang berasal dari lingkungan, dan
2) proses kognitif yang mengubah sifat stimuli lingkungan, melewati pengolahan
informasi, menjadi kapabilitas baru.
Mutu hasil belajar mengandung makna ”kualitas
yang dihasilkan dari hasil pembelajaran”. Hasil belajar merupakan gambaran
tingkat penguasaan siswa terhadap sasaran belajar pada topik bahasan yang
diberikan, kemudian terjadi perubahan tingkah laku setelah mengikuti proses
pembelajaran. Mutu hasil belajar diartikan sebagai gambaran sejauh mana sebuah
lembaga pendidikan berhasil mengubah perilaku siswa. Mutu hasil belajar
merupakan batas kemampuan yang diperoleh seorang siswa dalam mengikuti proses
belajar mengajar di sekolah. Mutu hasil belajar dapat
dibagi dalam tiga kontinum, yaitu: rendah, sedang, dan tinggi.
Mutu hasil belajar siswa ditentukan oleh
banyak faktor, misalnya kualifikasi pendidikan guru, dukungan sarana dan
prasarana yang bermutu dan lingkungan belajar yang kondusif. Hal senada juga
diungkapkan oleh Tilaar (2000) yang berpendapat mutu hasil belajar ditentukan
oleh tiga komponen, yaitu: mutu dosen, mahasiswa, dan proses pembelajaran itu
sendiri. Sedangkan, pengelompokkan hasil belajar itu sendiri dapat dibagi dalam
lima kategori, yaitu: 1) intellectual
skills (keterampilan intelektual);
2) cognitive strategy (strategi
kognitif); 3) verbal information (informasi
verbal); 4) motoric skills (keterampilan
motorik); dan 5) attitude (sikap).
Dengan demikian mutu hasil belajar dapat diukur dengan melihat mutu pendidik
dan peserta yang meliputi keterampilan intelektual dan motorik, proses
pembelajaran yang baik dan sikap yang baik.
Kajian
terhadap masalah mutu pendidikan akan sangat terkait dengan sejumlah besar
variabel dan sangat multi dimensi. Sementara itu jika dilihat dari dimensi
ekonomi, mutu pendidikan harus dapat diukur tidak hanya dari efektivitas proses
pendidikan dan mutu guru, tetapi juga sejauh mana hasil pendidikan itu
memberikan dampak ekonomi baik dalam bentuk pekerjaan maupun pendapatan yang
diperoleh lulusan.
Pendapat
lain dikemukakan oleh Sanusi (1994) yang
menyebutkan adanya tiga dimensi mutu pendidikan khusus mutu hasil
belajar, yaitu; 1) Dimensi mutu pengajar yang sangat terkait dengan
faktor-faktor kemampuan dan profesionalisme guru, sehingga kajian terhadap mutu
pendidikan berarti kajian masalah mutu guru dan mutu proses pendidikan, 2)
Dimensi bahan ajar, yang berbicara tentang masalah kurikulum dalam arti sejauh
mana kurikulum suatu institusi pendidikan relevan dengan kebutuhan anak di
masyarakat dan kebutuhan lingkungan yang berubah sedemikian cepat; 3) Dimensi
hasil belajar, yang mencakup baik perolehan nilai-nilai hasil belajar maupun
dalam cakupan yang lebih luas,yaitu perolehan lapangan pekerjaan dan sekaligus
perolehan pendapatan tiap lulusan.
Kualitas pendidikan merupakan hasil dari suatu proses
pendidikan, yang hanya akan terwujud jika suatu proses pendidikan berjalan
baik, efektif dan efisien. Kualitas pendidikan mempunyai kontinum dari rendah
ke tinggi sehingga berkedudukan sebagai suatu variabel, dalam konteks
pendidikan sebagai suatu sistem, variabel kualitas pendidikan dapat dipandang
sebagai variabel terikat yang dipengaruhi oleh banyak faktor seperti
kepemimpinan, iklim organisasi, kualifikasi guru, anggaran, kecukupan fasilitas
belajar dan sebagainya.
Banyak
hal yang menjadi sumber mutu dalam pendidikan. Diantaranya adalah sarana gedung yang bagus, guru yang
berkualitas, nilai moral yang tinggi, hasil ujian yang memuaskan, adanya
spesialisasi atau kejuruan, dorongan orang tua yang cukup, sumberdaya yang
melimpah, aplikasi teknologi mutakhir, kepemimpinan yang baik dan efektif,
perhatian terhadap anak didik, kurikulum yeng memadai, atau juga kombinasi dari
faktor-faktor tersebut. Sumber mutu dalam bidang pendidikan ini dapat dipandang
sebagai faktor pembentuk dari suatu kualitas pendidikan, atau faktor yang
mempengaruhi kualitas pendidikan.
Sementara
itu Fatah (2000 : 90)
mengemukakan upaya peningkatan mutu dan perluasan pendidikan membutuhkan
sekurang-kurangnya tiga faktor utama yaitu (1) Kecukupan sumber-sumber
pendidikan dalam arti kualitas tenaga kependidikan, biaya dan sarana belajar;
(2) Mutu proses belajar mengajar yang mendorong siswa belajar efektif; dan (3)
Mutu keluaran dalam bentuk pengetahuan, sikap ketrampilan, dan nilai-nilai.
Jadi kecukupan sumber, mutu proses belajar mengajar, dan mutu keluaran akan
dapat terpenuhi jika dukungan biaya yang dibutuhkan dan tenaga professional
kependidikan dapat disediakan di sekolah, dan semua ini tentu saja memerlukan
sumberdaya pendidikan termasuk biaya.
3.
Mutu
Layanan Pembelajaran
Mutu layanan
pendidikan adalah kemampuan
pihak pengelola lembaga pendidikan untuk memberikan pelayanan yang
berkualitas kepada pelanggan/ peserta didik.
Mutu
layanan pembelajaran adalah segala aktivitas yang dilakukan oleh guru dan
manajemen sekolah baik mengorganisasikan maupun mengatur lingkungan yangada di
sekitar siswa sehingga dapat mendorong dan menumbuhkan semangat siswa dalam
melakukan kegiatan belajar mengajar serta berhubungan dengan kemajuan perubahan
kemampuan siswa.
Berikut
ini adalah beberapa indikator dari mutu layanan pembelajaran: 1) Mutu mengajar guru; 2) Kelancaran
layanan pembelajaran sesuai dengan jadwal; 3) Umpan balik yang diterima siswa
mengenai pembelajarannya; 4) Layanan keseharian guru terhadap siswa; 5)
Kepuasan siswa terhadap layanan mengajar guru dan layanan sekolah; dan 6)
Fasilitas belajar.
Good article. Maaf mau tanya sumber referensi mutu layanan pembelajaran dimana ya? thanks
ReplyDelete