Total Pageviews

Monday, 3 October 2016

Adab Terhadap Guru



Siapakah Guru? Guru adalah seseorang yang mengajarkan sesuatu pada kita. Mengajarkan apa? Apa saja. Apa pun itu…

Jika saya bisa memasak, maka Guru pertama saya di bidang memasak adalah Ibu saya sendiri. Jika kita suka menulis, maka Guru pertama kita di bidang tulis menulis mungkin adalah orang yang pertama kali kita baca karya tulisnya.
Jadi, siapapun anda, siapapun kita, pasti mempunyai Guru. Dan yang pasti, bukan hanya seorang. Kita belajar masak mungkin dari tetangga yang memiliki  resep kue yang lezat. Kita belajar mengendarai motor bisa jadi dari teman yang sukarela mengajarkan untuk itu.
Hal ini sepintas sedikit berbeda dengan versi resmi seperti yang tercantum dalam Undang Undang RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang berbunyi: Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Meski begitu, esensinya tetap sama: Guru adalah seseorang yang mengajarkan sesuatu.
Lantas sesuai dengan judul di atas, mengapa kita harus berperilaku baik terhadap seorang Guru?  Hal ini berkaitan erat dengan pernyataan bahwa “Keberhasilan dan kemudahan dalam proses menuntut ilmu terletak pada kelakuan baik (adab) si penuntut ilmu, terutama adab kepada Guru”. Sehubungan dengan hal ini, bahkan Sayyidina Ali r.a mengatakan:   “Aku ibarat budak dari orang yang mengajarkanku walaupun hanya satu huruf”.
Di sisi lain, Guru juga adalah orang tua kedua, yaitu orang yang mendidik murid-muridnya untuk menjadi lebih baik. Sebagaimana wajib hukumnya mematuhi kedua orang tua, maka wajib pula mematuhi perintah para Guru selama perintah tersebut tidak bertentangan dengan syari’at agama.
Berikut adalah adab yang sebaiknya kita lakukan terhadap Guru.
1.   Memuliakan, dalam arti tidak menghina atau mencaci  Guru baik di depannya maupun di belakangnya.  Dalam pergaulan keseharian, seorang murid hendaknya bekomunikasi dengan Guru secara santun dan lemah- lembut. Ketika suatu saat Guru keliru baik khilaf atau karena tidak tahu, sementara murid mengetahui, ia tetap harus menjaga perasaan Gurunya.  Semestinya seorang murid menunggu sampai Guru menyadari kekeliruan. Bila setelah menunggu tidak ada indikasi Guru menyadari kekeliruan, barulah murid mengingatkan secara halus.
2.   Mendatangi tempat belajar dengan ikhlas dan penuh semangat. Hal pertama yang harus ditanamkan dalam hati seorang murid, hendaklah ia menanamkan perasaan ikhlas ketika akan belajar. Seperti sudah dibahas dalam tulisan Adab Sebelum Ilmu,  bahwa belajar yang baik adalah yang dilandasi Ikhlas untuk Allah Swt semata. Lillahi Ta’ala. Jangan sampai kita belajar suatu ilmu dengan harapan agar dikatakan menjadi seorang yang berilmu. Ini adalah niat yang tidak benar. Seharusnya kita belajar adalah karena belajar merupakan ibadah. Kita semangat untuk  belajar karena ingin mengangkat kebodohan dari diri kita dan juga orang lain.
3.   Datang ke tempat belajar dengan penampilan yang rapi. Dalam sebuah hadist disebutkan bahwa:  “Sesungguhnya Allah itu indah dan suka kepada keindahan”  (HR. Ahmad, Muslim dan Al-Hakim). Selain enak dipandang, penampilan yang rapi juga menunjukka kesiapan kita untuk belajar, dan tentu saja memberikan indikasi bahwa kita menghormati orang-orang yang ada di majelis tersebut, termasuk menghormati sang Guru.
4.   Diam memperhatikan ketika Guru sedang menjelaskan. Bagaimana pentingnya hal ini, dapat disimak dari perkataan  Imam Sufyan Ats-Tsauri berikut:  “Bila kamu melihat ada anak muda yang bercakap-cakap padahal sang Guru sedang menyampaikan ilmu, maka berputus-asalah dari kebaikannya, karena dia sedikit rasa malunya”. Jikalau demikian, maka kebaikan apa yang dapat kita harapkan dari seorang murid seperti itu…? Seorang murid hendaknya duduk sopan dihadapan Guru dalam posisi yang sedapat mungkin menghadap, tenang dalam diam dan memperhatikan, sehingga tidak membuat Guru harus mengulangi penjelasannya. Tidak dibenarkan berpaling atau menoleh ke kanan kiri tanpa keperluan yang jelas, terutama saat Guru berbicara.
5.   Bertanya kepada Guru bila ada sesuatu yang belum kita mengerti dengan cara yang baik. Seorang murid harus menghindari pertanyaan-pertanyaan yang tidak ada faedahnya, sekedar mengolok-olok atau yang dilatarbelakangi oleh niat yang buruk.
6.   Memandang Guru dengan perasaan penuh hormat serta mempercayai kepakarannya.  Dalam sebuah hadist dikatakan bahwa:  “Pelajarilah ilmu, pelajarilah ilmu ketenangan dan kesopanan dan rendahkanlah dirimu terhadap orang yang kamu ambil ilmunya” (HR. Ath-Thabrani).
7.   Tidak sekali-kali berbantah-bantahan atau berdebat. Hal ini dilandaskan pada:  “Barangsiapa mencari ilmu untuk menyaingi para ulama atau untuk bertengkar dengan orang-orang bodoh atau supaya hati manusia menghadap kepadanya, maka ia akan masuk neraka” (HR. Al Hakim).  
8.   Tidak mendatangi Guru di luar majelis ilmu yang umum kecuali dengan izinnya. Seoranfg murid tidak boleh mendatangi Guru tanpa izin lebih dahulu, baik Guru sedang sendiri maupun bersama orang lain. Jika telah meminta izin dan tidak mendapatkan,  Ia tidak boleh mengulangi minta izin. Namun jika Ia ragu apakah Guru mendengar suaranya, ia bisa mengulanginya paling banyak tiga kali.
9.   Mendo’akan kebaikan baginya. Mendo’akan kebaikan untuk Guru merupakan wujud rasa terimakasih karena telah diantarkan menuju gerbang  ilmu pengetahuan. Adapun jika kita mendapatkan suatu perlakuan yang kurang baik dari seorang Guru, hendaknya berusaha untuk memaafkan, serta turut memohon ampun dan bertaubat untuk Guru. Meskipun sejatinya seorang Guru yang baik pasti akan berlaku sesuai adab seorang Guru. Sehubungan dengan betapa pentingnya mendo’akan ini, kita lihat pernyataan berikut:  “Tidaklah aku tidur semenjak 30 tahun kecuali aku berdo’a bagi Imam Syafie dan memohon ampun untuknya” (Imam Ahmad).   Betapa Indah….

No comments:

Post a Comment

Jangan lupa tulis komentar yaa..... Terimakasih.