Siapakah Guru?
Guru adalah seseorang yang mengajarkan sesuatu pada kita. Mengajarkan apa? Apa
saja. Apa pun itu…
Jika saya bisa memasak, maka Guru pertama saya di bidang memasak adalah
Ibu saya sendiri. Jika kita suka menulis, maka Guru pertama kita di bidang
tulis menulis mungkin adalah orang yang pertama kali kita baca karya
tulisnya.
|
Jadi, siapapun
anda, siapapun kita, pasti mempunyai Guru. Dan yang pasti, bukan hanya seorang.
Kita belajar masak mungkin dari tetangga yang memiliki resep kue yang lezat. Kita belajar mengendarai
motor bisa jadi dari teman yang sukarela mengajarkan untuk itu.
Hal ini sepintas
sedikit berbeda dengan versi resmi seperti yang tercantum dalam Undang Undang
RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang berbunyi: Guru adalah pendidik profesional dengan
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Meski begitu, esensinya tetap sama: Guru
adalah seseorang yang mengajarkan sesuatu.
Lantas sesuai dengan judul di atas, mengapa kita harus
berperilaku baik terhadap seorang Guru?
Hal ini berkaitan erat dengan pernyataan bahwa “Keberhasilan dan kemudahan dalam proses menuntut ilmu terletak pada
kelakuan baik (adab) si penuntut ilmu, terutama adab kepada Guru”. Sehubungan
dengan hal ini, bahkan Sayyidina Ali r.a mengatakan: “Aku ibarat budak dari orang
yang mengajarkanku walaupun hanya satu huruf”.
Di sisi lain, Guru juga adalah
orang tua kedua, yaitu orang yang mendidik murid-muridnya untuk menjadi lebih
baik. Sebagaimana wajib hukumnya mematuhi kedua orang tua, maka wajib pula
mematuhi perintah para Guru selama perintah tersebut tidak bertentangan dengan
syari’at agama.
Berikut adalah adab yang
sebaiknya kita lakukan terhadap Guru.
1. Memuliakan, dalam arti tidak menghina atau mencaci Guru baik di depannya maupun di belakangnya. Dalam
pergaulan keseharian, seorang murid hendaknya bekomunikasi dengan Guru secara santun dan lemah- lembut. Ketika suatu saat Guru keliru baik khilaf atau karena tidak tahu, sementara
murid mengetahui, ia tetap harus menjaga perasaan Gurunya. Semestinya seorang murid menunggu sampai Guru menyadari kekeliruan. Bila setelah menunggu tidak ada
indikasi Guru menyadari kekeliruan, barulah murid mengingatkan secara halus.
2. Mendatangi
tempat belajar dengan ikhlas dan penuh semangat. Hal pertama yang harus
ditanamkan dalam hati seorang murid, hendaklah ia menanamkan perasaan ikhlas
ketika akan belajar. Seperti sudah dibahas dalam tulisan Adab Sebelum Ilmu,
bahwa belajar yang baik adalah yang
dilandasi Ikhlas untuk Allah Swt semata. Lillahi Ta’ala. Jangan sampai kita
belajar suatu ilmu dengan harapan agar dikatakan menjadi seorang yang berilmu.
Ini adalah niat yang tidak benar. Seharusnya kita belajar adalah karena belajar
merupakan ibadah. Kita semangat untuk
belajar karena ingin mengangkat kebodohan dari diri kita dan juga orang
lain.
3. Datang ke
tempat belajar dengan penampilan yang rapi. Dalam sebuah hadist disebutkan
bahwa: “Sesungguhnya
Allah itu indah dan suka kepada keindahan” (HR. Ahmad, Muslim dan Al-Hakim). Selain enak
dipandang, penampilan yang rapi juga menunjukka kesiapan kita untuk belajar,
dan tentu saja memberikan indikasi bahwa kita menghormati orang-orang yang ada
di majelis tersebut, termasuk menghormati sang Guru.
4. Diam
memperhatikan ketika Guru sedang menjelaskan. Bagaimana pentingnya hal ini,
dapat disimak dari perkataan Imam Sufyan Ats-Tsauri berikut: “Bila kamu melihat ada anak muda yang
bercakap-cakap padahal sang Guru sedang menyampaikan ilmu, maka berputus-asalah
dari kebaikannya, karena dia sedikit rasa malunya”. Jikalau demikian, maka kebaikan apa yang dapat kita harapkan dari
seorang murid seperti itu…? Seorang murid hendaknya duduk sopan dihadapan
Guru dalam posisi yang sedapat mungkin menghadap, tenang dalam diam dan
memperhatikan, sehingga tidak membuat Guru harus mengulangi penjelasannya.
Tidak dibenarkan berpaling atau menoleh ke kanan kiri tanpa keperluan yang
jelas, terutama saat Guru berbicara.
5. Bertanya
kepada Guru bila ada sesuatu yang belum kita mengerti dengan cara yang baik. Seorang
murid harus menghindari pertanyaan-pertanyaan yang tidak ada faedahnya, sekedar
mengolok-olok atau yang dilatarbelakangi oleh niat yang buruk.
6.
Memandang Guru dengan perasaan
penuh hormat serta mempercayai kepakarannya. Dalam sebuah hadist dikatakan bahwa: “Pelajarilah ilmu,
pelajarilah ilmu ketenangan dan kesopanan dan rendahkanlah dirimu terhadap
orang yang kamu ambil ilmunya” (HR. Ath-Thabrani).
7. Tidak
sekali-kali berbantah-bantahan atau berdebat. Hal ini dilandaskan pada: “Barangsiapa mencari ilmu untuk menyaingi para
ulama atau untuk bertengkar dengan orang-orang bodoh atau supaya hati manusia
menghadap kepadanya, maka ia akan masuk neraka” (HR. Al
Hakim).
8. Tidak
mendatangi Guru di luar majelis ilmu yang umum kecuali
dengan izinnya. Seoranfg murid tidak boleh mendatangi Guru tanpa izin lebih dahulu, baik Guru sedang sendiri maupun
bersama orang lain. Jika telah meminta izin dan tidak mendapatkan, Ia tidak boleh mengulangi minta
izin. Namun jika Ia ragu apakah Guru mendengar suaranya,
ia bisa mengulanginya paling banyak tiga kali.
9. Mendo’akan kebaikan baginya. Mendo’akan
kebaikan untuk Guru merupakan wujud rasa terimakasih karena telah diantarkan
menuju gerbang ilmu pengetahuan. Adapun
jika kita mendapatkan suatu perlakuan yang kurang baik dari seorang Guru,
hendaknya berusaha untuk memaafkan, serta turut memohon ampun dan bertaubat untuk Guru. Meskipun sejatinya seorang Guru
yang baik pasti akan berlaku sesuai adab seorang Guru. Sehubungan dengan betapa pentingnya
mendo’akan ini, kita lihat pernyataan berikut: “Tidaklah aku tidur semenjak 30 tahun kecuali aku
berdo’a bagi Imam Syafie dan memohon ampun untuknya” (Imam Ahmad). Betapa Indah….
No comments:
Post a Comment
Jangan lupa tulis komentar yaa..... Terimakasih.